Senin, 12 Juli 2010

Transgenik Mikroinjeksi Pada Ikan

TRANSGENIK MIKROINJEKSI PADA IKAN



I. PENDAHULUAN

Tolak ukur keberhasilan budidaya ikan adalah produksi ikan dengan pertumbuhan yang cepat dalam waktu yang singkat. Target produksi dapat berupa kuantitas, yaitu jumlah ikan yang dihasilkan (menghitung tingkat kelangsungan hidupnya) dan dapat pula berupa kualitas, yaitu bobot ikan yang dihasilkan (menghitung biomassa).Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkanoleh perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan.Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan mem anfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan.Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikkan mutu genetik untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah :
  1. Melakukan persilangan/hibridisasi untuk mendapatkan sifat unggul yang lebih baik dari populasi asal. Pada dasarnya, hibridisasi adalah memanfaatkan sifat heterosis karena sifat dominan dan heterozigot pada banyak lokus atau interaksi dari alela pada lokus. Persilangan umumnya dilakukan antar populasi yang memiliki keunggulan spesifik.
  2. Memanfaatkan keunggulan jenis kelamin jantan. Pada umumnya jenis ikan jantan memiliki pertumbuhan dua kali lipat dibandingkan dengan betina. Pembentukkan jenis jantan dapat dilakukan melalui: (a) Pemberian hormon melalui pakan atau perendaman, (b) Rekayasa genom/ androgenesis dengan cara merusak sifat betina dan ditindak lanjuti dengan diploidisasi secara buatan, dan (c) Pembentukkan pejantan super (YY supermale).
  3. Melakukan seleksi terhadap karakter penting. Seleksi merupakan suatu teknik untuk memperbaiki sifat yang terukur (quantitative trait). Prinsip dasar dari seleksi adalah ekploitasi sifat ‘additive’ dari alela-alela pada semua lokus yan g mengontrol sifat terukur untuk memperbaiki suatu populasi. Secara mendasar seleksi dapat dibedakan menjadi seleksi individu/massa dan famili. Pada seleksi individu hubungan kekerabatan diabaikan dan uji banding dilakukan diantara individu. Individu-individu diurutkan berdasarkan kriteria/ukuran dan yang terbaik akan diambil sebagai calon induk. Sedangkan pada seleksi famili, hubungan famili merupakan faktor yang penting dan rata-rata famili dibandingkan untuk mengambil keputusan selanjutnya. Dalam seleksi famili pengambilan keputusan dapat dikelompokkan menjadi “antar famili/between family atau dalam famili/within family”. Gabungan antara ant ar dan dalam famili disebut kombinasi antar dan dalam famili. Jenis seleksi lainnya (tandem, independent culling dan selection index) merupakan variasi dari kedua bentuk seleksi tersebut.
  4. Dengan “DNA recombinant”/“gene transfer”/“transgenic”. Teknik ini merupakan persilangan pada tingkatan molekuler. Untuk melakukan transfer gen dibutuhkan “DNA construct” yang terdiri atas “transgene” dan “promoter” sebagai bahan dasar yang akan ditransfer ke ikan target.

II. TRANSGENIK PADA IKAN


2.1. Perkembangan Transgenik


Dalam perkembangannya, biologi molekuler kini telah diterapkan dalam budidaya perikanan. Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah “ Teknologi Transgenik ”. Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya. Transgenik secara definisi adalah “ The Use of Gene Manipulation to Permanently Modify the Cell or Germ Cells of Organism “ (Penggunaan Manipulasi Gen untuk Mengadakan Perubahan yang tetap pada Sel Makhluk Hidup). Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro (Karim,2002). Dalam proses bioteknologi modern, sifat-sifat dari suatu mahluk hidup dirubah dengan cara memindahkan gen-gen dari satu spesies mahluk hidup ke spesies yang lain, ataupun memodifikasi gen-gen dalam satu spesies. Organisme yang direkayasa secara genetika disebut Genetically Modified Organism (GMO), atau disebut “ Organisme Transgenik “.

Teknologi transgenik, sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 1980 oleh Gordon bersama peneliti lainnya. Dalam perkembangannya, pembentukkan ikan transgenik melalui transfer “ DNA contruct ” dapat dilakukan dengan beberapa metode (Tsai, 2008), diantaranya adalah :

  1. Microinjection (Mikroinjeksi) adalah metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi diband ingkan dengan metode yang lain. Pertama kali, metode mikroinjeksi dilakuan oleh Gurd on (1963) pada telur amphibia dengan menginjeksikan sitoplasma ke dalam zygot katak, namun hasilnya tidak berpengaruh pada perkembangan embrio selanjutnya. Pada ikan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Chourrout et al (1986) pada ikan Rainbow Trout (Salmo gairdneri), dan Ozato et al (1986) pada ikan Medika (Oryzias latpes).
  2. Retroviral Infection (Infecksi pada Virus), atau dengan kata lain introduksi gen melalui virus sebagai mediator. Pada metode ini, virus ditumpangi oleh gen yang dikehendaki dan diintroduksikan kedalam embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil dan mampu menembus inti sel dan virus m empunyai genom yang terdiri dari RNA yang mempunyai kemampuan untuk mentraskripsikan DNA. Bila satu sel diinfeksi dengan retrovirus maka akan menghasilkan DNA virus, setelah DNA ditranskripsikan akan berintegrasi dan menjadi bagian dari genome induk. Un species ikan telah dilakukan diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996) pada ikan Zebrafish (Brachydanio rerio).
  3. Sperm-mediated Gene Transfer (Sperma sebagai Pembawa Gene), Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing kedalam oosit, sperma terlibat langsung dalam proses fertilisasi. Matriks DNA diikat pada daerah postacrosomal oleh komponen protein spesifik dan akan bergabung dengan genome induk setelah terjadi fertilisasi. Pengikatan gen oleh sperma secara optimal bila sperma dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup t inggi. Metode ini juga telah dicobakan oleh Muller et al (1992) dalam Tsai (2008).
  4. Particle Bombardment (Partikel Gun atau Bi olistik), Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan (Potrykus, 1996). Pada ikan telah dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).
  5. Electroporation (Elektroporasi), pada metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran selnya permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran (pulsa) listrik pendek (beberapa s aat). Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti semula, beberapa fragment DNA asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini mudah dan cepat dan memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau telur ikan yang telah difertilisasi dalam satu kali kejutan (Inoue et al, 1990).
2.2. Pemanfaatan Transgenik dalam Perikanan
Penggunaan teknologi Transgenik dalam bidang perikanan khudusnya budidaya perikanan, ditujukan untuk peningkatan kualitas ikan budidaya. Selain itu transgenik dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Pada tahun 1985, Zhu et al. melaporkan bahwa telah mampu memproduksi ikan transgenik dengan mentransfer gen pertumbuhan. Mereka telah berhasil me mbuat ikan loach, goldfish dan ikan mas transgenik dengan menggunakan promotor metallothionein tikus yang diligasikan dengan struktur gen GH dari manusia. Ikan transgenik ternyata 3 kali lebih besar dari ikan kontrol. Sejak saat itu, beberapa laporan penggunaan konstruksi gen yang serupa telah dilakukan pada ikan rainbow trout (Chourrout et al., 1986), channel catfish (Dunham et al., 1987), salmon (Fletcher et al., 1988), tilapia Oreochromis niloticus (Brem et al., 1988), fish medaka (Inoue et al., 1990), catfish Ictalurus punctatis, co mmon carp Cyprinus carpio (Powers et al., 1992), common carp, African catfish, tilapia (Muller et al., 1992), salmon (Sin et al., 1993; Symonds et al., 1994), black porgy Acanthopagrus schlegeli (Tsai and Tseng., 1994), abalone Haliotis rufescens (Powers et al., 1995), loach (Tsai et al., 1995), small Japanese abalone (Tsai et al., 1997). and tiger shrimp Penaeus monodon (Tseng et al., 2000), freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii (Li and Tsai, 2000). abalone (Chen et al. 2006) (dalam Tsai, 2008).
Hasil penelitian Rahman dan Maclean (1999) pada ikan tilap ia menunjukan pula bahwa hasil analisis terhadap berat badan ikan non transgenik dan transgenik keturunan F2 (keturunan F2 adalah perkawinan antara jantan F1 dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90 gram/individu pada umur 5, 6, dan 7 bulan, sedang pada ikan non transgenik menghasilkan berat berkisar antara 20-30 gram/individu. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2) sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat dibandingkan dengan ikan kontrol. Adapun FCR(food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan nontransgenik sebesar 1,02. Ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa u ntuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian menunjukkan bahwa di dalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien dibandingkan dengan ikan nontransgenik.


III. TRANSGENIK MIKROINJEKSI


Teknologi transgenik dengan mikroinjeksi pada ikan dilakukan melalui mikrophile yang terdapat pada chorion telur (oosit). Metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu



3.1. Persiapan Gen


Pertama-tama dipersiapkan gen yang akan ditranfer. Persiapan ini dimulai dari isolasi DNA, yang dapat diisolasi dari darah, daging, sirip ataupun sisik. Misalnya dari sisik dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :



A. Isolasi dan Purifikasi DNA

  • Sampel dari jaringan ikan ditimbang sebanyak 25-50 mg lalu dicacah menggunakan skapel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung evendorf ukuran 2 ml.
  • 200 µl Tissue Lysis Buffer dan 40 µl Proteinase K ditambahkan ke dalam tabung yang berisi sampel jaringan, kemudian dicampur dengan segera dan diinkubasi pada suhu 55 oC selama 1 jam (atau sampai jaringan hancur dengan sempurna).
  • 200 µl Binding Buffer ditambahkan lagi ke dalam tabung lalu dihomogenkan dengan segera, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 70 oC.
  • 100 µl Isopropanol ditambahkan ke dalam tabung, kemudian dihomogenkan.
  • Memindahkan sampel ke dalam high filter tube yang telah dipasangkan dengan collection tube.
  • Sampel disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 9200 rpm.
  • Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Inhibitor Removal Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
  • Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
  • Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
  • Membuang supernatan dari collection tube, kemudian disentrifuge selama 10 detik dengan kecepatan 14.000 rpm.
  • Membuang collection tube, memasangkan tabung evendorf baru pada high filter tube.
  • 200 µl Elution Buffer (yang telah diinkubasi hingga suhu 70 oC) ditambahkan ke dalam high filter tube, kemudian disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 9200 rpm.
  • Membuang high filter tube, menambahkan 140 µl Isopropanol, kemudian disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.
  • Membuang supernatan, menambahkan 66,7 µl Et-OH (Alkoho l 70%) dingin, kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.
  • Membuang supernatan (pelet tidak boleh ikut terbuang), kemudian diangin-anginkan hingga pelet mengering (kurang lebih selama 12 jam).
  • 20 µl TE ditambahkan ke dalam tabung, dan DNA to tal siap diproses lebih lanjut.

B. Isolasi Promotor (Restriksi DNA).


Mencari sekuen promoter region gen pengkode, tergantung pada jenis gen yang akan ditranfer, misal gen GH ikan jenis lain yang telah dilaporkan sebelumnya pada gene bank (Nasional Center for Biotechnology Information-NCBI).

  • Mencari dan menentukan enzim restriksi yang sesuai untuk memotong promoter region gen pengkode, misalnya untuk GH adalah BamHl, Ball , Sfil, Sbal, dan EcoRl.
  • Hasil dari pemotongan dengan enzim restriksi kemudian dielektroforesis dan dibandingkan berat molekulnya dengan DNA marker.
  • Pita (band) yang sesuai dengan DNA marker untuk promotor gen pengkode dipisahkan dengan cara memotong gel yang berisi band tersebut kemudian diisolasi dari gel dengan menggunakan DNA elution kit.
  • Diperoleh suspect DNA promotor gen pengkode, misalnya promo tor gen pengkode GH.
Secara skematis pemotongan (restriksi) gen yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.


3.2. Koleksi Telur, Sperma & Fertilisasi


Keleksi telur dan sperma dapat dilakukan melalui pemijahan buatan (induced breeding) dengan menggunakan hormon. Jenis hormon yang dapat digunakan diantaranya adalah GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan Salmon + dopamin), Ovopel (GnRHa mamalia + dopamin). Selain itu dapat pula melalui penyuntikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa ikan, misal Carp Pituita ry Gland (Kelenjar Hipofisa Ikan Mas) yang dikenal dengan nama tekhnik hipofisasi. Sebelum dilakukan fertilisasi, terlebih dahulu diperiksa motilitas sperma. Sperm a ikan akan bergerak setelah kontak dengan air. Sperma yang baik mempunyai daya gerak atau motil selama lebih kurang 30 (tiga puluh) detik. Motilitas sperma ini viabilitas telur dapat dipertahankan apabila disimpan dalam larutan Ringer pada suhu 4 oC, dan biasanya selama 2 (dua) jam dari waktu fertilisasi. Adapun komposisi larutan Ringer ini adalah : 6,5 gram NaCl, 0,25 gram KCl, 0,2 gram NaHCO3, 0,4 gram CaCl2-2H2O yang dilarutkan dalam 1 (satu) liter aquabid est. Bagaimana bentuk struktur telur dapat dilihat pada Gambar 2.


Setelah telur dan sperma dikumpulkan atau dikoleksi, maka dilakukan fertilisasi, yaitu dengan menyatukan sperma dan ovum (telur) dalam suatu wadah dan kemudian diaduk dengan bulu ayam selama kira-kira satu menit. Setelah itu telur atau Ova siap untuk dilakukan transfer gen secara mikroinjeksi.



3.3. Injeksi Gen ke Dalam Telur


Mikroinjeksi gen pada telur dapat dilakukan secara manual ataupun dengan mengg unakan mesin yang diseput dengan “ Gen Pusher “. Secara skematis photo alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Skematis Gen Pusher untuk Mikroinjeksi Telur.



Dalam transgenik mikroinjeksi, penginjeksian gen dapat dilakukan pada dua tempat,yaitu :

  1. Pada pronukleus, apakah pronukleus jantan atau beti na (Gambar 4).
  2. Pada zygot, yaitu pada blastodisnya (Gambar 5).


Gambar 4. Metode Mikroinjeksi Gen pada Pronukleus Telur (Zygot) Ikan (Pinkert, 1994)



Gambar 5. Mitode Mikroinjeksi Gen pada Telur (Zygot) Ikan (Grabher dan Wittbrodt, 2007)



Pada ikan injeksi atau trans gen dilakukan pada mikropil, sebagai contoh diam eter lubang mikropil telur ikan salmon 17 ųm, dalamnya 4 ųm, dan diameter mikropil canalnya 1,2 ųm (Riehl, 1980 dalam Hew dan Fletcher ( 2003). Setelah gen diinjeksikan, maka telur-telur tersebut di inkubasi untuk ditetaskan, kemudian dilakukan pula perawatan larva sampai menjadi benih dan seterusnya sampai berreproduksi kembali.



3.4. Pemeriksaan/Pengujian


Sebelum ikan transgenik tersebut dirilis, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian atau pemeriksaan baik secara genetik maupun fenotip. Secara genotip bertujuan apakah gen yang ditransfer atau disisipkan tersebut sudah benar-benar menyambung sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan ada tidaknya tran sgen yang terintegrasi di dalam genom dianalisis dengan southern blot. Untuk ekspresi transgen diperiksa dengan metoda northern blot. Ikan transgenik yang berkembang dari zigot tersebut dikenal sebagai ”Founders” dan bersifat hemizygote. Untuk perbanyakan ikan transgenik, founders fish ini kemudian dikawinkan dengan ikan non transgenik. Untuk mendapatkan ikan transgenik yang homozygote, ikan transgenik hemizygote dikawinkan antar sesamanya. Ikan transgenik yang homozygote ini kemudian dipelajari fenotifnya dengan mengamati pertumbuhan, konversi pakan dan bentuk-bentuk morfologinya (ada tidaknya kelainan pada organ). Sebagai contoh pada Tabel 1 dibawah ini terlihat resistensi gen asing pada beberapa jenis ikan trangenik, Tabel 2 dan 3 adalah penurunan sipat induk ke turunannya F1 dan F2, serta Gambar 6 per bandingan pertumbuhan ikan Salmon transgenik dengan ikan Salmon non trangenik.


Table 2. Inheritance (Penurunan Sifat Induk ke Anak) dari Turunan Trangenik pada Generasi F1 .

Jenis Kelamin P1

F1 Analyzed

PCR

% Transgenics

Poeciliposis lucida

Male

19

4

21

Female

14

8

57

Male

34

23

68

Male

21

6

28

Male

24

14

58

Procambrius clarkii

Male

12

4

33

Female

12

8

67

Catatan : P1 trangenik dikawinkan dengan non trangenik


Sumber : Chen, 2002



Table 3. Inheritance (Penurunan Sifat Induk ke Anak) dari Turunan Trangenik pada Generasi F2

Famili

F2 Analyzed

PCR

% Transgenics

Poeciliposis lucida

F 1a >< Non-T

12

6

50

F 1b >< Non-T

20

9

45

F 1c >< Non-T

35

19

54

F 1d >< Non-T

20

14

70

F 1e >< Non-T

20

12

60

Procambrius clarkii

F 1a >< Non-T

15

8

57

F 1b >< Non-T

15

7

47

Catatan : P1 trangenik dikawinkan dengan non trangenik


Sumber : Chen, 2002



Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Ikan Salmon Transgenik dan Non-Transgenik.


IV. K E S I M P U L A N


Dari makalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa :

  1. Ada beberapa metode dalam transgenik diantaranya adalah: Microinjection, retroviral Infection, Sperm-mediated Gene Tranfer, Particle Bombardment dan Electroporation.
  2. Transgenik pada ikan bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik, diantaranya pertumbuhan, konversi pakan, ketahanan terhadap penyakit, untuk ikan hias, dan lain sebagainya.
  3. Transgenik Microinjention terdiri dari beberapa tahap, yaitu:(a) Persiapan gen (isolasi dan purifikasi serta restriksi DNA), (b) Koleksi telur, sperma dan fertilisasi, (c) Injeksi Gen ke Dalam Telur, dan (d) Pemeriksaan/Pengujian Ekspresi Ikan Trangenik.

DAFTAR PUSTAKA


Breem, G., B. Brenig, G.H. Schwark, and E.L. Winnacker. 1988. Gene Transfer in Tilapia (Orechromis niloticus). Aquaculture, 68 : 209~219.


Chen, T.T. 2002. Increase of Fish Innate Immune Response by Transgenesis. ICES CM 2002/U, 12 : 1 ~ 11.


Chourrout, D., R. Guyinard and L. M. Houdebine. 1986. High efficiency gene transfer in rainbow trout (Salmo gairdneri) by microinject ion into egg cytoplasm. Aquaculture, 51: 43- 50.


Hew, C.L., and G.L. Fletcher. 2003. Transgenic Fish. World Scientific, Singapore-New Jersey-London-Hongkong.


Hoare, K., and A.R. Beaumont. Biotechnology and Genetics in Fisheries and Aquaculture. Blackwell Science Ltd, Oxford-USA-Australia-Germany.


Karim, Y.M. 2002. Upaya Peningkatan Produksi Akuakultur melalui Aplikasi Teknologi Transgenik. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor.


Kolenikov, V. A. , A. A. Alimov, V. A.Barmint sev, A. O. Benyumov, I.A.Zelenina, A. M. Karsonov, R. Dzhabur, and A. V. Zelenin. 1990. High velocity mechanical injection of foreign DNA into fish eggs. Genetika, 26 (2) : 22~26.


Ozato, K., H. Kondoh, H. Inohara, T. Iwamatsu, and Y. Wakamatsu . 1986. Production of transgenic fish: introduction and expression of chicken δ-crystallin gene in medaka embryos. Cell differ., 19: 237~244.


Pandian, T.J., C.A. Strussmann, and M.P. Marian. 2005. Fish Genetich and Aquaculture Biotechnology. Science Publishers, Inc, Enfield (NH), USA, Plymouth, UK.


Rahman, Md. Azizur and N. Maclean., 1999. Growth performance of transgenic tilapia containg an exogenous piscine growth hormone gene. Aquaculture 173 : 333-346.


Tsai, H.J. 2008. Use of Transgenic Fish Possessing Special Genes as Model Organisms and Potential Applications. Journal of Genetics and Moleculer Biology, 19 (1) : 22~38.

  ©Template by Dicas Blogger.