Jumat, 22 April 2011

Biomanipulasi Hormonal Dalam Pemijahan Ikan

BIOMANIPULASI HORMONAL
DALAM PEMIJAHAN IKAN



I. P E N D A H U L U A N

Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus bertambah, yang mana Portal Nasional Republik Indonesia (2009) menyatakan bahwa penduduk Indoensia pada tahun 2009 ini telah mencapai 230 juta jiwa. Kemudian Wikipedia (2010) menyatakan pula bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 238 juta jiwa. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk tersebut, tentunya kebutuhan akan pangan diantara kebutuhan akan protein hewani ikan juga meningkatkan, yang mana ikan adalah merupakan salah satu sumber protein hewani yang dikonsumsi oleh sebahagian besar masyarakat Indonesia.
Bila dilihat pula dari konsumsi ikan perkapita, maka penduduk Indonesia termasuk konsumsi ikan perkapitanya masih rendah bila dibandingkan negara-negara tetangga. Pada tahun 2008, konsumsi ikan perkapita di Indonesia barumencapai 28 kg/kapita/tahun, sedang di Malaysia telah mencapai 40 kg/kapita/ tahun, Singapura 45 kg/kapita/tahun, Thailand 35 kg/kapita/tahun, Amerika Serikat 80 kg/kapita/tahun, Korea Selatan 85 kg/kapita/tahun, Jepang 110 kg/kapita/tahun. Badan Pangan Dunia (FAO) menetapkan standar minimal tingkat konsumsi ikan adalah sebesar 31 kg/kapita/tahun (Pelita, 2009; Media Indonesia, 2009). Disisi lain, permintaan akan produk perikanan di luar negeri juga meningkat. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2009) menyatakan bahwa eksport produk perikanan Indonesia meningkat dari 2.258.920 USD pada tahun 2007 mejadi 2.560.000 USD pada tahun 2008.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu pula dilakukan peningkatan produksi perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Dalam meningkatkan produksi khususnya perikanan budidaya, ketersediaan benih yang berkualitas baik dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan adalah merupakan salah satu faktor mutlak dalam menentukan keberhasil peningkatan produksi perikanan budidaya.

Bila dibandingkan antara produksi benih yang ada dengan kebutuhan akan benih ikan, ternyata produksi benih yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan para pembudidaya ikan akan benih. Sebagai contoh, bila dilihat dari produksi benih dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan Balai Balai Benih yang dikelola oleh pemerintah yang ada di Propinsi Sumatera Barat, ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan para pembudidaya yang bergerak di bidang pembesaran ikan untuk konsumsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini.
Untuk memenuhi kebutuhan akan benih tersebut, tidak bisa dicukupi melalui pembenihan yang dilakukan oleh masyarakat (Unit Pembenihan Rakyat). Hal ini disebabkan karena teknologi pembenihan yang biasa dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional, sehingga hasilnya belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat para pembudidaya ikan akan benih baik dalam jumlah atau kuantitas maupun dalam kualitas.
Menurut Harvey dan Hoar (1979) dan Harvey dan Carolsfeld (1993), dalam proses reproduksi, ikan dapat memijah karena adanya rangsangan hormon yaitu LH (Luteinizing Hormone) yang diproduksi dan dilepas oleh kelenjar hipofisa (pituitary gland) dan estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel teca dari folikel. Pelepasan hormon LH dan estrogen dalam pemijahan ikan ini disebabkan oleh adanya pelepasan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) dalam hal ini LHRH (Luteininzing Hormone Releasing Hormone) dari hypothalamus. Pelepasan GnRH dari hypothalamus disebabkan adanya perintah dari Central Nervous Syatem (otak), akibat dari CNS menerima rangsangan dari luar atau lingkungan air sekitarnya. Oleh sebab itu, kepastian ikan akan dapat memijah sangat tergantung kepada kesesuaian atau kecocokan kondisi lingkungan air dimana ikan tersebut dipijahkan atau dikawinkan. Jadi kalau kondisi lingkungan air tidak cocok atau sesuai dengan kebutuhannya, maka ikan tersebut tidak akan dapat memijah. Untuk lebih jelasnya bagaimana mekanisme kerja antara faktor lingkungan, hypothalamus, hipofisa, gonad (ovarium), sehingga terjadi ovulasi dan pemijahan ikan dapat dilihat pada Gambar 1.
Oleh karena itu, untuk dapat memijahkan ikan sesuai waktu dan kebutuhan akan benih dapat dilakukan melalui biomanipulasi hormonal. Biomanipulasi hormonal dilakukan melalui penyuntikan hormon ke dalam tubuh ikan yang bertujuan untuk merangsang ikan ovulasi dan mijah. Prosedur atau metode yang dilakukan ini dikenal dengan nama “Induced Spawning” atau “Artificial Spawning”.

II. PERANAN HORMON DALAM PEMIJAHAN

2.1. Pola Pemijahan
Proses pemijahan adalah proses yang ditujukan oleh suatu species ikan dalam bentuk tingkah laku melakukan perkawinan. Pada ikan air tawar yang hidup di perairan tropis, terlihat bahwa musim memijah ikan lebih panjang waktunya. Setiap individu lain, namun demikian masih tetap terlihat adanya puncak-puncak musim memijah dalam setiap periode waktu tertentu (Peter dan Hontela dalam Deswita 1995). Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan gonad semakin besar dan berat. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan sampai selesai (Effendie, 1979). Abidin (1996) menyatakan selama dalam proses perkembangan baik dalam tahap pertumbuhan maupun tahap pematangan gonad atau produksi, gonad ikan akan mengalami perubahan-perubahan, seperti perubahan berat, volume serta perubahan morfologi. Perubahan-perubahan ini sering dipakai sebagai indikator dalam menentukan tingkat perkembangan gonad dalam proses oogenesis pada ikan betina atau spermatogenesis pada ikan jantan. Bye (1984) menyatakan bahwa umumnya species ikan menunjukkan siklus reproduksi tahunan (annual), tengah tahunan (binual) dan siklus reproduksi akan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus reproduksi ikan di perairan terdiri dari faktor fisika, kimia dan biologi. Untuk ikan di daerah tropis faktor fisika yang utama mengontrol siklus reproduksi adalah substrat dan arus, faktor kimia adalah gas-gas terlarut; pH, nitrogen, metabolik, alkalinity, kesadahan dan zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan. Selanjutnya faktor biologi di bagi atas faktor biologi dalam dan faktor biologi luar. Faktor biologi dalam meliputi faktor fisiologi individu dan respon terhadap berbagai faktor lingkungan. Faktor biologi luar yang penting adalah predator dan kompetisi sesama species ikan tertentu atau dengan species lain.
Berdasarkan dinamika perkembangan oosit, Wallace dan Selma (1980) dan De Vlamming dalam Syandri (1993) mengklasifikasikan pola perkembangan gonad ikan Teleostei ada tiga type yaitu:
  1. Tipe Sinkronisme total, oosit dalam ovari dibentuk dalam waktu yang bersamaan, tumbuh bersama-sama melalui tahapan perkembangan dan tidak ditemukan adanya oosit pada tingkat perkembangan yang berbeda. Type ovari demikian ditemukan pada species yang bersifat anadromus dan katadromus ya ng mempunyai musim pemijahan sangat terbatas dan harus bermigrasi cukup jauh untuk mencapai lokasi pemijahan
  2. Tipe Sinkronisme kelompok, ditemukan paling tidak dua populasi yang berbeda pada tingkat perkembangan oosit yang berbeda. Kebanyakan species Cyprinidae mempunyai pola perkembangan ovari yang demikian.
  3. Tipe Asinkronisme, ditemukan oosit pada tingkat perkembangan yang berbeda, sementara oosit baru terus muncul. Ditemukan pada spec ies ikan yang memijah sepanjang tahun.
Lowe Me Connel (1975) menyatakan bahwa berdasarkan kepada pola pemijahannya, ada 4 tipe reproduksi ikan air tawar yang mengisi perairan tropis yaitu :
  1. Tipe “Big Bang Spawner” yaitu species ikan yang memijah satu kali seumur hidupnya.
  2. Tipe “Total Spawner” yaitu golongan ikan yang mengeluarkan telurnya secara keseluruhan pada satu kali memijah. Tipe reproduksi seperti ini mempunyai fekunditas yang tinggi dan musim pemijahan yang terbatas.
  3. Tipe “Partial Spawner” atau “Multiple Spawner” yaitu ikan yang berpijah di sungai dikaitkan dengan fluktuasi tingginya permukaan air akibat hujan atau banjir. Beberapa ikan dari famili Cyprinidae, Characoida e dan Siluridae tergolong pada pemijahan ini.
  4. Tipe “Small Brood Spawner” yaitu golonga n ikan air tawar yang mempunyai fekunditas sangat sedikit dan umumnya species ikan yang melindungi telur dan anak di dalam mulutnya.
Menurut Effendie (2004), berdasarkan sifatnya proses pemijahan ikan bisa berlangsung dalam dua cara yaitu :

1. Pemijahan Alami, Dalam pemijahan alami, telur dibuahi oleh sperma dalam air setelah dikeluarkan oleh induk betina. Proses ini biasanya didahului oleh aktivitas percumbuan oleh kedua induk ikan tersebut. Pemijahan induk ikan secara alamiah bisa berlangsung secara berkelompok atau berpasangan.

2. Pemijahan Buatan, Pada pemijahan buatan dilakukan dengan ikut campur tangan manusia, yaitu melalui penyuntikan atau ransangan hormon. Pemijahan seperti ini dikenal juga dengan istilah “ Induced Spawning “. Dalam pemijahan buatan ini, pembuahan telur oleh sperma dilakukan oleh manusia. Telur dikeluarkan dari tubuh induk ikan betina melalui pengurutan (stripping) pada bagian perut ke arah urogenital dan ditampung dalam suatu wadah (mangkuk). Setelah stripping induk ikan betina selesai segera dilakukan stripping induk ikan jantan untuk mengeluarkan sperma dan ditampung dalam wadah tempat penampungan telur. Telur dan sperma selanjutnya diaduk dengan alat yang lembut dan halus (misalnya bulu ayam) hingga bercampur dengan baik sehingga terjadipembuahan.
Ada 3 komponen yang mempengaruhi proses pemijahan pada ikan, yaitu gonad, sistem hormon dan lingkungan. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lainnya. Potts dan Wooton (1984) menyatakan bahwa ovulasi pada ikan teleostei diatur oleh faktor endogen yang memulai dan memediasi perubahan pre-ovulatori pada oosit dan folikel dan oleh faktor eksogen yang menentukan kapan faktor endogen ini menjadi fungsional. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu proses pemijahan dapat berlangsung, yaitu :
  1. Individu ikan jantan dan betina sudah matang gonad. Ikan yang siap untuk dipijahkan sudah berada pada tingkat kematangan IV (Effendie, 1979). Tingkat kematangan gonad dari suatu individu dapat ditunjukan dengan melihat alat kelamin ataupun morfologi dari tubuh ikan yang akan dipijahkan.
  2. Adanya rangsangan lingkungan. Hal ini berhubungan timbulnya ransangan hormon dalam tubuh ikan untuk memijah. Menurut Ha r ve y dan Hoar (1979), kondisi lingkungan seperti hujan, habitat, oksigen terlarut, suhu, cahaya, fisika kimia air lainnya akan merangsang otak untuk memerintahkan kelenjar hipothalamus dan hipofisa mensekresikan atau melepas hormon dalam merangsang p emijahan ikan. Jadi tanpa faktor lingkungan yang sesuai ikan tidak dapat memijah, karena tidak dilepasnya hormon pemijahan dari kelenjar endokrin tersebut.
  3. Adanya rangsangan dari lawan jenis. M enurut Effendie (2004), dalam proses pemijahan, keberadaan lawan jenis kelamin akan merangsang induk ikan untuk memijah. Ransangan ini disebabkan oleh feromen, yaitu suatu zat yang dikeluarkan oleh ikan yang berlawanan jenis kelaminnya tersebut.
  4. Adanya substrat. Pada ikan yang memiliki sifat telur menempel, adanya subtrat pemijahan dapat merangsang terjadinya pemijahan (Effendie, 2004).
2.2. Hormon Pemijahan
Menurut Cook (1990) dalam Darwisito (2002), ada beberapa hormon yang terlibat dalam pengaturan reproduksi atau pemijahan ikan. Hormon-hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar hipothalamus, hipofisa dan gonad. Adapun hormon-hormon tersebut adalah :
  1. GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon), Hormon GnRH dihasilkan oleh kelenjar hipothalamus, yang mana ada dua maca m hormon yaitu FSH-RH (Folikel Stimulating Hormon Releasing Hormon) dan LH-RH (Luteinizing Hormon Releasing Hormon). FSH-RH berfungsi merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan atau melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormon), sedangkan LH-RH berfungsi merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan atau melepaskan hormon LH (Luteinizing Hormon).
  2. GtH (Gonadotropin Hormon), Hormon ini yang terdiri dari FSH dan LH. Kedua hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisa. FSH berfungsi merangsang proses spermatogenesis (pembentukan sperma) dan proses oogenesis (pembentukan ovum atau sel telur). Sedangkan LH berfungsi merangsang proses spermiasi spermatozoa dan merangsang sel-sel leydig pada gonad ikan jantan untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada ikan betina hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan pelepasan hormon estrogen dan progesteron dari gonad ikan betina.
  3. Estrogen, Hormon estrogen di h asilkan oleh gonad ikan betina yang berfungsi merangsang proses vitellogenesis pada telur d an merangsang tingkah laku ikan memijah.
  4. Progesteron, Hormon progesteron juga dihasilkan oleh gonad ikan betina yang berfungsi merangsang proses pematangan telur sehingga mencapai kematangan tahap akhir atau GVBD (Germinal Vesicle Break Down). Telur yang berada pada tahap GVBD ini siap untuk diovulasikan dan dibuahi oleh sperma nan tinya.
  5. Testosteron, Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel lydig pada gonad ikan jantan. Hormon testosteron ini berfungsi merangsang proses spermiasi spermatozoa dan merangsang lebido atau tingkah laku pemijahan pada ikan jantan.

2.3. Ovulasi dan Pemijahan
Ovulasi dimulai dengan sentakan hormon LH dalam plasma darah. Sentakan hormon LH dalam plasma darah theca menyebabkan produksi steroid (progesteron) bertambah meningkat. Progesteron menyebabkan terjadinya proses pematangan oosit (sel telur) tahap akhir. Proses pematangan ini terjadi dua tahap yaitu tahap pertama adalah berpindahnya inti sel telur (nukleus) ke tepi dekat mikrofil (Germinal Vesicle Migration), dan setelah tahap pertama masuk tahap ke dua adalah meleburnya membran inti sel telur (Germinal Vesicle Break Down). Disamping itu, meningkatnya kadar hormon progesteron dalam plasma darah menyebabkan terjadinya pembebasan mediator inflammantory respons (histamine) yang menyebabkan semua dinding folikel hiperemia. Kemudian sel-sel theca dan sel-sel granulosa melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2a (PGF2a). Prostaglandin F2a ini merangsang perbanyakan fibrolast, dan fibroblast ini melepaskan procollagenase. Sedangkan PGE2 merangsang hiperemia folikel dan dimulainya edema yang disebabkan oleh histamine (Jones, 1987). Aspey (1980) dan Reich et. al., (1985) dalam Jones (1987) menyatakan pula bahwa LH juga merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa. Kemudian dikemukakannya lagi bahwa setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstraselluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga
pecah dan terjadi ovulasi. Setelah ovulasi, maka telur dikeluarkan melalui lubang urogenital, dan hal ini akibat dari kontraksi dinding gonad dan pergerakan ikan betina.Dengan keluarnya telur dari lubang urogenital, maka dikatak an ikan tersebut memijah.

III. BIOMANIPULASI HORMONAL DALAM PEMIJAHAN IKAN

Biomanipulasi hormonal dalam pemijahan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam hormon, baik hormon alamiah dalam bentuk ekstrak kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis dalam bentuk preparat hormon.

3.1. Ekstrak Kelenjar Hipofisa
Menurut Lagler et. al., (1977), kelenjar hipofisa pada ikan terletak di bawah otak di bagian diencephalon, berwarna putih susu sebesar jarum pentul. Harvey dan Hoar (1979) mengemukakan bahwa dalam proses reproduksi, kelenjar hipofisa memproduksi hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin tersebut terdiri dari dua macam hormon yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Hormon gonadotropin yaitu FSH berfungsi merangsang perkembangan folikel atau oosit (Oogenesis) ikan betina, sedangkan hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan pemijahan pada ikan betina (Matty, 1985).
Teknik penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa untuk merangsang ikan memijah dikenal dengan nama “Teknik Hipofisasi”. Teknik hipofisasi pertama kali dilakukan di Brazilia oleh Haussay pada tahun 1930, dan selanjutnya dikembangkan oleh Vonhering pada tahun 1934 (Atz dan Pickforg, 1959). Menurut Hardjamulia dan Atmawinata (1980), teknik hipofisasi adalah merupakan usaha untuk merangsang ikan yang matang kelamin untuk ovulasi dan memijah melalui penyuntikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa. Teknik hipofisasi pada ikan dilakukan dengan menggunakan hipofisa ikan, baik hipofisa dari ikan yang sejenis maupun yang tidak sejenis antara donor (yang diambil hipofisanya) dan resipient (yang disuntik). Clemens dan Sneed (1962) menyatakan bahwa hipofisasi untuk pemijahan secara buatan, kedua induk ikan baik jantan maupun betina disuntik, agar telur dan mani mudah dikeluarkan bila dilakukan pengurutan (stripping). Kemudian Bardach et. al., (1972) menyatakan pula bahwa ikan jantan tidak perlu disuntik, kecuali bila mani yang dikeluarkan diperkirakan tidak mencukupi. Selanjutnya Atz dan Pickford (1959) mengemukakan bahwa resipient ikan betina memerlukan jumlah dosis yang lebih banyak dari pada ikan jantan. Oleh karena itu ikan jantan cukup disuntik dengan dosis sebanyak ¼ - ½ bagian dari dosis yang digunakan pada ikan betina. Disamping dengan menggunakan hipofisa ikan, dalam teknik hipofisasi juga dapat digunakan hipofisa dari hewan lain seperti hipofisa katak, hipofisa aves (ayam), hipofisa mamalia dan lain sebagainya (Masrizal dan Azhar, 2001).
Dalam tekhnik hipofisasi, kelenjar hipofisa yang diambil haruslah berasal dari ikan yang telah matang gonad atau dewasa kelamin. Hal ini disebabkan karena ikan yang telah matang gonad mempunyai kadar hormon LH yang tinggi, dan dalam proses pemijahan ikan hormon LH inilah yang berperan dalam merangsang proses pemijahan tersebut. Jadi yang diharapkan dari penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa ini adalah ransangan hormon LH yang terkandung dalam ekstrak kelenjar hipofisa tersebut. Lam (1982) dan Matty (1985) menyatakan bahwa hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan pemijahan induk ikan betina. Kemudian Jones (1987) mengemukakan pula bahwa dalam meransang proses ovulasi ini, pertama-tama hormon LH merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa folikel. Setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstra seluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini akan mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen folikel yang menghasilkan collagenase. Collagenase ini akan memecah collagen, sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga pecah dan terjadi ovulasi. Kemudian hormon LH juga berfungsi merangsang sel-sel folikel untuk menghasilkan estrogen, dan hormon estrogen inilah berfungsi merangsang tingkah laku pemijahan pada ikan. Jadi organ target hormon LH dari ekstrak kelenjar hipofisa ini adalah gonad atau ovarium ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.



Penelitian atau uji coba tentang penggunaan ekstrak kelenjar hipofisa dalam biomanipulasi untuk merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan telah banyak dilakukan, seperti yang terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.


Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan seperti terlihat pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa dapat merangsang pemijahan ikan. Dalam tekhnik hipofisasi ini, dapat menggunakan kelenjar hipofisa dari ikan sejenis, ikan berlainan jenis, atau kelenjar hipofisa hewan lainnya seperti kelenjar hipofisa katak dan ayam broiler.

3.2. Hormon Sintetis
Penggunaan hormon sintetis atau preparat hormon dalam merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan paling banyak dilakukan orang sekarang ini, karena pengerjaannya lebih mudah dan praktis bila dibandingkan dengan penggunaan ekstrak kelenjar hipofisa.

3.2.1. GnRHa (Ovaprim, Ovopel, Ovatide, Aquaspawn)
Ovaprim, Ovopel, Ovatide dan Aquaspawn merupakan merek dagang dari preparat hormon. Dalam ovaprim terkandung GnRHa Ikan Salmon + Domperidone, Ovapel mengandung GnRHa mamalia + Domperidone, dan Ovatide mengandung GnRH Ikan + Domperidone. Gonadotropin-Releasing Hormone analog (GnRHa) yang terdapat dalam preparat hormon tersebut fungsi dan kerjanya sama dengan Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) yang dihasilkan oleh hipothalamus. Menurut Harvey dan Carolsfeld (1993), Gonadotropin-releasing hormone (GnRH), didalam tubuh ikan dihasilkan oleh kelenjar hypothalamus akibat ransangan atau perintah dari Central Nervous System (otak). Dalam GnRH ada dua jenis hormon, yaitu FSH-RH (Folikel Stimulating Hormone Releasing Hormone) yang berfungsi merangsang pelepasan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone), dan LH-RH (Luteinizing Hormone Releasing Hormone) yang berfungsi merangsang pelepasan hormon LH (Luteinizing Hormone) dari kelenjar hipofisa. Dalam proses ovulasi yang berperan adalah LH atau disebut juga dengan Hormon Gonadotropin II (GtH-II). Secara strukturnya, GnRH terdiri dari 10 asam amino dan setiap hewan mempunyai rangkaian asam amino yang berbeda-beda (Peter dan Yu, 1997), misalnya :
  1. Mamalia : Pyro – Glu – His – Trp – S er – Tyr – Gly – Leu – Arg – Pro – Gly – NHCH2CH3
  2. Ayam : Pyro – Glu – His – Trp – Ser – His – Gly – TrpTyr – Pro – Gly – NHCH2CH3
  3. Salmo : Pyro – Glu – His – Trp – Ser – Tyr – Gly – TrpLeu – Pro – Gly – NHCH2CH3
  4. Catfish : Pyro – Glu – His – Trp – Ser – His – Gly – LeuAsn – Pro – Gly – NHCH2CH3
  5. Seabream : Pyro – Glu – His – Trp – Ser Tyr – Gly – Leu – Ser – Pro – Gly – NHCH2CH3
Gonadotropin Releasing Hormon analoque (GnRHa) merupakan hormon sistesis yang diproduksi secara proses biokimia. Hormon GnRH analoque, ada jumlah asam aminonya masih tetap 10 buah, tetapi ada pula yang terdiri dari 9 buah asam amino dan potensi dari masing-masing GnRHa berbeda-beda. Organ target dari GnRHa ini adalah kelenjar hipofisa, yaitu merangsang kelenjar hipofisa melepaskan hormon Gonadotrophin (GtH-II), yaitu LH (Luenizing Hormon). Menurut Jones (1987), dalam meransang proses ovulasi ini, pertama-tama hormon LH merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa folikel. Setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstra seluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini akan mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen folikel yang menghasilkan collagenase. Collagenase ini akan memecah collagen, sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga pecah dan terjadi ovulasi. Kemudian hormon LH juga berfungsi merangsang sel-sel folikel untuk menghasilkan estrogen, dan hormon estrogen inilah yang berfungsi merangsang tingkah laku pemijahan pada ikan. Jadi organ target dari hormon GnRHa adalah kelenjar hipofisa.
Domperidone atau anti dopamin berfungsi menghambat hipotalamus dalam mensekresi dopamin, yang mana dopamin itu sendiri berfungsi sebagai Inhibitor Ganadotropin Hormon pada kelenjar hipofisa. Sehingga fungsi pemberian Domperidone ini adalah memaksimalkan fungsi dari GnRH dalam merangsang kelejar hipofisa mensekresikan hormon Gonadotropin (GtH-II) yaitu Luteinizing Hormon (LH). Hormon LH inilah kemudian merangsang gonad untuk melakukan ovulasi telur, dan merangsang pemijahan ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.


Penggunaan GnRHa (Ovaprim, Ovopel, Ovatide, Aquaspawn) ini dalam meransang pemijahan ikan telah banyak dilakukan oleh para peneliti seperti yang terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Dari Tabel 3 diatas, terlihat bahwa besarnya respon dari masing-masing ikan terhadap GnRHa yang diinjeksikan berbeda-beda dan tergantung pada jenis GnRH yang tergandung dalam preparat hormon atau hormon sintetis tersebut. Disamping itu, respon pemijahan ini juga terganutng kepada species ikan dan tingkat kematangan teur ikan ter yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH-I (FSH) dan GtH-II (LH).

3.2.2. Hormon LH-RHa
LH-RH (Luteinizing Hormon Releasing Hormon) adalah hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini molekulnya sangat kecil dibandingkan dengan hormon golongan lainnya, yakni terdiri dari 10 asam amino (dekapeptida). LH-RH disebut juga dengan nama GnRH-II. Karena LH-RH waktu paruhnya pendek sehingga mudah terurai dari dalam tubuh maka para ahli menciptakan LH-RH sintesis yang lebih tahan. LH-RH jenis ini sering dikenal dengan nama LH-RH analog (LH-RHa). Adapun beberapa bentuk LH-RHa (Partodihardjo, 1987) adalah sebagai berikut :
  1. des – gly10 – LH-RH – ethylamide.
  2. D – ala6 – des – gly10 – LH-RH – ethylamide.
  3. D – leu6 – des – gly10 –LH-RH – ethyla mide.
  4. des – His2 – gly10 – LH-RH – ethylamide.
  5. des – His2 – leu3 – gly10 LH-RH – ethylamide.
  6. Gly2 – Leu3 – des – gly10 LH-RH – ethyl a m ide.
Jika hormon yang digunakan adalah LH-RHa, berarti biomanipulasi yang dilakukan berada pada tingkat kelenjar hipofisa. Hormon LH-RHa tersebut berfungsi merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan LH (Luetininizing Hormon) atau GtH-II. GtH-II atau LH inilah berperan dalam merangsang gonad (ovarium) untuk mengsekresikan 17α 20β Progesteron yang berfungsi dalam merangsang proses pematangan tahap akhir dari oocyte (telur). Setelah telur mencapai pematangan tahap akhir, maka LH (GtH-II) merangsang telur tersebut untuk ovulasi. Menurut Jones (1987), dalam meransang proses ovulasi ini, pertama-tama hormon LH merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa folikel. Setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstra seluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini akan mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen folikel yang menghasilkan collagenase. Collagenase ini akan memecah collagen, sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga pecah dan terjadi ovulasi. Kemudian hormon LH juga berfungsi merangsang sel-sel folikel untuk menghasilkan estrogen, dan hormon estrogen inilah yang berfungsi merangsang tingkah laku pemijahan pada ikan. Jadi organ target dari hormon LH-RHa adalah kelenjar hipofisa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.




Penelitian tentang penggunaan preparat hormon LH-RHa dalam merangsang ovulasi dan pemijahan ikan telah banyak dilakukan, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa penggunaan preparat hormon LH-RHa dapat merangsang ovulasi dan pemijahan ikan. Dosis pemakaian atau penggunaan LH-RHa ini sangat bervariasi, yaitu antara 5 ~ 50 µg/ kg berat induk ikan. Variasi dosis penyuntikan ini disebabkan karena perbedaan jenis ikan, dan kondisi tingkat kematangan telur ikan itu sendiri.

3.2.3. Hormon HCG

HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah hormon yang terdapat dalam darah dan urin wanita hamil yang dihasilkan oleh plasenta. HCG mempunyai potensi yang sama dengan LH, yaitu merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan. Penggunaan HCG dalam pembenihan ikan agak kurang bila dibandingkan dengan hormon GnRHa dan LH-RHa. Kalau potensi HCG sama dengan LH, tentunya mekanisme proses peransangan ovulasi dan pemijahan ikan oleh hormon HCG adalah sebagai berikut : Pertama-tama hormon HCG merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa folikel. Setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstra seluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini akan mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen folikel yang menghasilkan collagenase. Collagenase ini akan memecah collagen, sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga pecah dan terjadi ovulasi. Kemudian hormon HCG juga berfungsi merangsang sel-sel folikel untuk menghasilkan estrogen, dan hormon estrogen inilah yang berfungsi merangsang tingkah laku pemijahan pada ikan. Jadi organ target dari hormon HCG adalah gonad atau ovarium ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Adapun beberapa hasil penelitian tentang penggunaan HCG dalam merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
 
Dari Tabel 5 terlihat bahwa penggunaan HCG dapat merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan. Dosis HCG yang dapat digunakan adalah berkisar antaraa 400 ~ 5.000 IU/kg induk ikan. Perbedaan dosis ini disebabkan karena setiap jenis ikan memberikan respon yang berbeda terhadap HCG. Disamping jenis atau species ikan, perbedaan dosis tersebut juga disebabkan oleh kondisi kematangan telur sewaktu ikan diinjeksi dengan HCG.

IV. KESIMPULAN
Dari yang telah diuraikan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sehubungan dengan biomanipulasi hormonal dalam merangsang pemijahan ikan, yaitu:
  1. Biomanipulasi hormonal bertujuan merangsang proses ovulasi dan pemijahan ikan, yaitu diantaranya dengan menginjeksikan hormon-hormon dari ekstrak kelenjar hipofisa (GtH-II) dan hormon-hormon sintetis seperti Ovaprim, Ovopel, Ovatide, Aquaspawn, GnRHa, LH-RHa dan HCG.
  2. Respon ikan terhadap hormon-hormon tersebut berbeda-beda (bervariasi), tergantung kepada jenis atau species ikan dan kondisi kematangan telur atau gonad ikan.

  ©Template by Dicas Blogger.