Senin, 06 Agustus 2012

Peranan Genetik dan Nutrisi Dalam Pertumbuhan Ikan

PERANAN GENETIK DAN NUTRISI 
DALAM PERTUMBUHAN IKAN

Pertumbuhan itu sendiri adalah perubahan ukuran, dapat berupa panjang atau bobot dalam waktu tertentu. Jadi untuk menghitung pertumbuhan diperlukan data panjang atau bobot dan umur atau waktu. Menurut Effendie (1979), pertumbuhan dapat dinyatakan dengan suatu ekspresi matematika. Misalnya yang dimaksud dengan pertumbuhan mutlak ialah ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu, seperti ukuran panjang rata-rata ikan berumur satu tahun atau bobot rata-rata ikan berumur tiga tahun dan sebagainya. Jika panjang ikan diplotkan dengan umurnya hasilnya ialah suatu kurva dengan sudutnya semakin kecil dengan bertambahnya umur sehingga garis kurva itu mendekati garis asimptote atas yang sejajar dengan sumbu X, seperti yang terlihat pada Gambar 1 dibawah ini.


Gambar 1.  Kurva Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan

Dinyatakannya lagi bahwa kurva pertumbuhan untuk bobot dan umur juga mendekati asimptote atas tetapi bentuknya sigmoid yang tidak simetri dengan titik infleksi yang menunjukan pada titik itu pertumbuhan yang menurun dibanding dengan pertumbuhan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.


Gambar 2.  Kurva Pertumbuhan Bobot Tubuh Ikan

Ricker (1975) dalam Effendie (1979) menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan dapat pula dilihat dari hubungan panjang dan bobot tubuh ikan. Secara statistika, hubungan panjang dan bobot tubuh ikan adalah regresi geometri (Ŷ = a . X b, dimana Y: bobot ikan, X: panjang ikan, a: intersep, b: koefisien regresi)(contohnya Gambar 3). 

  
Gambar 3. Kurva Geometri Hubungan Pertumbuhan Panjang dan Bobot Tubuh Ikan Garing.

Bila dilihat dari hubungan panjang dan bobot tubuh ikan ini, maka pola pertumbuhan ikan dapat dibagi atas  3 pola pertumbuhan, yaitu :
  1. Bila harga koefisien regresinya lebih kecil dari tiga (b < 3), maka pertumbuhan panjang ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya dan disebut dengan “ Allometrik Negatif “.
  2. Bila harga koefisien regresinya sama dengan tiga (b = 3), maka pertumbuhan panjang ikan tersebut sama dengan pertumbuhan bobotnya dan disebut dengan “ Isometrik “.
  3. Bila harga koefisien regresinya lebih besar dari (b > 3), maka pertumbuhan bobot ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya dan disebut dengan “ Allometrik Positif “.
1. Genetik
Genetik mempengaruhi laju pertumbuhan ikan, dimana setiap species atau varietas (strain) mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Listiyowati dkk (2008), tentang laju pertumbuhan beberapa strain ikan Tilapia, yaitu Red Nifi, Nirwana, Gesit dan Gift yang dipelihara dalam 3 tempat, yaitu keramba jaring apung (KJA), kolam dan tambak selama 12 minggu. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pada pemeliharaan di KJA ikan Nila Gift menghasilkan produksi tertinggi yaitu 40,02 kg, pada pemeliharaan di kolam ikan Nila Nirwana menghasilkan produksi tertinggi yaitu 96,43 kg, dan pada pemeliharaan di tambak ikan Nila Nirwna juga menghasilkan produksi tertinggi yaitu 77,79 kg.
Kemudian Ariyanto dan Subagyo (2004) juga melakukan penelitian terhadap beberapa strain ikan ikan Mas dan persilangannya. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa setelah dipelihara selama 3 bulan, ternyata bobot rata-rata ikan Mas antar strain dan persilangannya berbeda. Hal ini tentunya disebabkan karena laju pertumbuhan ikan Mas tersebut berbeda antar strain dan persilangannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Panjang dan Bobot Rata-rata Beberapa Strain Ikan Mas Persilangannya Setelah 3 Bulan Pemeliharaan.
  Keterangan :    RR: Rajadanu, MM: Majalaya, SS: Sutisna

2. P a k a n
Ketersediaan pakan pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup pada waktu yang tepat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan ikan. Penyediaan pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan yang dipelihara menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat, dan akibatnya produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan apabila penyedian pakan sesuai dengan kebutuhan ikan, maka laju pertumbuhan ikan baik, maka waktu pemeliharaan akan menjadi lebih singkat sehingga produksi kolam ikan (hasil panen) juga meningkat. Jadi pakan ikan yang baik harus mengandung nutrisi (zat gizi) yang cukup sesuai dengan kebutuhan ikan, diantaranya adalah energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Mudjiman, 2008).

2.1.  E n e r g i
Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari dua proses, yaitu proses yang cenderung untuk menurunkan energi tubuh, yang menjadi nyata jika seekor ikan dipelihara dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa diberi makan, dan suatu proses yang diawali dari pengambilan makanan dan yang diakhiri dengan penyusunan unsur-unsur tubuh.
Kebutuhan energi pada ikan diperoleh dari protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat dalam makanan yang dimakannya. Sehubungan dengan hal ini, protein merupakan sumber energi utama pada ikan, terutama ikan karnivora. Kandungan energi metabolisme (ME) pada protein adalah sekitar 4,5 kkal/gram protein, karbohidrat adalah 4,0 kkal/gram karbohidrat, sedangkan lemak adalah sekitar 8,5 kkal/gram lemak. Pemberian atau kandungan protein dalam pakan untuk ikan herbivora 20 ~ 25 %, ikan omnivora 25 ~ 30 % dan ikan karnivora 30 ~ 35 %. Walaupun kandungan energi yang terdapat dalam lemak cukup tinggi, namun pemberian lemak dalam pakan terbatas, yang mana untuk ikan herbivora dan omnivora adalah 4 ~ 14 %, dan ikan karnivora adalah 6 ~ 18 %. Karbohidrat mempunyai energi metabolisme (ME) yang sama dengan protein, yaitu sekitar 4 kkal/gram karbohidrat. Pemberian atau kandungan karbohidrat dalam pakan ikan herbivora cukup tinggi, yaitu maksimal 61 %, kemudian pada ikan omnivora adalah 12 ~ 50 %, sedangkan pada ikan karnivora harus kecil dari 12 % (Zonneveld dkk, 1991). Dinyatakannya lagi bahwa jumlah energi dari makanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram ikan bervariasi, tergantung pada species dan komposisi makanan. Dibawah kondisi pemeliharaan ikan yang praktis diperlukan 4.000 ~ 6.000 kkal energi kotor per-kilogram hasil produksi kotor. Hubungan antara besarnya energi yang disuplai dan petumbuhan yang disajikan dapat dilihat pada Gambar 4.
 
Gambar 4. Grafik Hubungan Taraf Pemberian Energi Pakan dengan Pertumbuhan Ikan Mas (o-o) dan Salmon (x-x ).

2.2. P r o t e i n
Protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, oksigen, sulfur dan fosfat. Dalam tubuh ikan, protein merupakan senyawa yang kandungannya paling tinggi setelah air. Protein adalah esensial bagi kehidupan ikan karena zat gizi tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup. Oleh karena itu, protein merupakan bagian terbesar dari urat daging, organ tubuh, tulang dan jaringan-jaringan luar lainnya.
Soedarmo dan Sediaoetama (1987) menyatakan bahwa protein memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi tubuh, seperti pertumbuhan dan reproduksi. Jadi protein merupakan nutrisi yang paling penting dalam pertumbuhan, yang mana protein mempunyai 3 fungsi bagi ikan, yaitu :
  1. Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, dan bereproduksi.
  2. Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon serta pengatur berbagai proses metabolisme di dalam tubuh ikan.
  3. Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
Protein terdiri dari asam-asam amino, yang mana ikan tidak dapat membuat asam-asam amino tersebut, oleh karena itu ikan perlu memperolehnya langsung dari makanan yang dimakannya. Kebutuhan jenis dan kadar asam amino pada ikan berbeda-beda tergantung pada species, berat, usia dan komposisi protein yang terkandung dalam makanan. Ada 3 jenis (macam) asam amino yang mutlak diperlukan ikan sejak menetas hingga akhir masa produktivitasnya, yaitu asam-asam amino lisin, methionin dan triptophan (Halver dan Hardy, 2002).
Menurut Zonneveld dkk (1991), tingkat protein makanan optimal yang dibutuhkan oleh ikan adalah 2 ~ 3 kali lebih tinggi dari pada hewan berdarah panas. Jadi jelaslah bahwa protein merupakan sumber energi utama untuk semua jenis ikan, tetapi ikan kurang mampu mengkonsentrasikan protein seefisien hewan berdarah panas. Hasil penelitian Long et al (1958) dalam Zonneveld dkk (1991), terhadap ikan Salmon (Oncorhynchus tshawyltscha), menunjukan bahwa kekurangan satu jenis asam amino arginin saja dapat menurunkan laju pertumbuhan ikan tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar 5 di bawah ini.
 
Gambar 5. Grafik Hubungan Lama Pemberian Pakan dengan Pertumbuhan Ikan Salmon (o - - - o pakan lengkap;   x-x pakan kekurangan arginin).

Menurut James dan  Sampath (2003), sumber protein dan kadar protein dalam pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan hias Betta splendens. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa ikan yang diberi pakan yang mengandung protein hewani memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan yang mengandung protein nabati. Hal ini tentunya berkaitan dengan jenis  kandungan asam amino dalam pakan tersebut, yang mana pakan dengan protein hewani mengandung asam-asam amino (terutama asam amino esensial) yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan pakan yang mengandung protein nabati. Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan protein dalam pakan, maka semakin tinggi pula laju pertumbuhan ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Grafik pertumbuhan Ikan Hias, Betta splendens Betta splendens, pada pakan berprotein Hewani (a) dan Nabati (b) dengan Persentase Kandungan Protein Berbeda.

Kemudian hasil penelitian Nertz (1972) dalam Zonneveld dkk (1991) terhadap benih ikan Salmon (Oncorhynchus tshawyltscha) menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan protein dalam pakan, maka semakin tinggi pula laju pertumbuhan ikan. Kemudian dari hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa penambahan asam amino arginin dan glisin ke dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan, sedangkan penambahan urea dan diamonium sitrat menurunkan pertumbuhan ikan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa ikan tidak mampu memanfaatkan nitrogen anorganik (urea, diamonium sitrat) (Gambar 7). 

Gambar 7.  Grafik Hubungan Lama Pemberian Pakan dengan Pertumbuhan Benih Ikan Salmon.
    0 : pakan dengan kandungan protein 20 %.
    1 : pakan dengan kandungan protein 40 %.
    2 : pakan dengan kandungan protein 20 % + arginin.
    3 : pakan dengan kandungan protein 20 % + glisin.
    4 : pakan dengan kandungan protein 20 % + urea.
    5 : pakan dengan kandungan protein 20 % + diamonium sitrat.


Pada umumnya, ikan yang mengkonsumsi protein dalam jumlah yang melebihi dari yang dibutuhkan bagi protein tubuh serta senyawa-senyawa lain yang mengandung nitrogen, ikan tidak akan mampu menyimpan kelebihan protein tersebut. Kelebihan protein tersebut oleh tubuh ikan akan dihidrolisa menjadi asam-asam amino yang segera akan dideaminasi menjadi gugus amino. Kemudian gugus amino ini dieksresi menjadi amonia dan residu rantai karbondioksida melalui siklus asam trikarboksilat, sehingga menghasilkan energi, atau sebagian diubah menjadi lemak dan karbohidrat. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa ketika kadar protein pakan ditingkatkan dan kadar karbohidrat diturunkan, maka aktivitas enzim glukoneogenik (pembentuk karbohidrat) meningkat dan aktivitas enzim glikolitik (pemecah karboidrat) menurun (Buwono, 2000).

2.3. L e m a k
Lemak berfungsi sebagai sumber energi, asam lemak esensial dan membantu penyerapan mineral-mineral tertentu (terutama kalsium) serta vitamin-vitamin yang terlarut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Lemak memberikan lebih kurang 2,25 kali lebih banyak energi dari pada protein dan karbohidrat. Oleh karena itu, lemak mempunyai peranan yang penting dalam proses metabolisme dan pertumbuhan ikan (Sahwan, 2001).
Lemak dapat menyediakan energi pemeliharaan metabolisme, sehingga sebagian besar protein dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Sebagai contoh kebutuhan ikan rainbow trout akan protein semula 40 % dapat diturunkan menjadi 35 % dengan hasil pertumbuhan yang sama kalau kadar lemak pakannya sebesar 15 ~ 20 % (Takeuchi et al, 1978 dalam NRC, 1993). Hal ini membuktikan bahwa lemak dapat berperan sebagai sparing effect bagi protein.
Disamping sebagai sumber energi, lemak juga  sebagai sumber asam lemak esensial (essential fatty acid) yang penting bagi pertumbuhan ikan. Asam lemak esensial dalam tubuh ikan merupakan komponen fosfolipid yang berperan penting pada biomembran sel. Keberadaan asam lemak esensial pada biomembran sel dapat memperbaiki fluiditas membran sehingga fungsi metabolisme tetap berjalan normal. (Hendriko, 2007).
Dari berbagai penelitian, kebutuhan ikan akan asam lemak esensial dapat dikelompokan atas 3 kelompok. Kelompok pertama adalah ikan yang lebih memerlukan asam lemak linoleat (n-6), kelompok kedua adalah ikan yang lebih memerlukan asam lemak linolenat (n-3), sedangkan kelompok ketiga adalah ikan yang memerlukan kedua sama lemak esensial tersebut (Hendriko, 2007).
Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial untuk pertumbuhannya berbeda-beda, tergantung kepada speciesnya (Takeuchi, 1996). Seperti pada ikan baung, pemberian asam lemak esensial linolenat (n-3) dan linoleat (n-6) sebesar 0,5 % dan 1,0 % dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhannya (Phromkunthong dan Midkhadee, 2001). Kemudian hasil penelitian Supriatna (1998) menunjukan bahwa ikan bawal air tawar membutuhkan 0,85 % ~ 0,99 % asam lemak n-3 dan 1,18 % asam lemak n-6 pada kadar lemak pakan 8 % untuk pertumbuhannya yang optimal.
Penambahan asam lemak esensial akan dapat mengefisiensikan pemanfaatan energi pakan lebih optimal, sehngga dapat meningkatkan pertumbuhan. Kelebihan dan kekurangan asam lemak esensial mengakibatkan membran sel tidak berfungsi optimum dan metabolime terganggu, sehingga pertumbuhan ikan menjadi rendah atau lambat. Kelebihan asam lemak dari kebutuhan akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah, konversi pakan yang tinggi, kadar ptotein dan lemak tubuh yang rendah (Castel et al, 1994).

2.4. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi bagi ikan terutama ikan herbivora, dan pada umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang pembentukannya melalui proses fotosintesa. Dalam formulasi pakan, karbohidrat termasuk kelompok yang sering disebut NFE (Nitrogen Free Extract) atau dalam bahasa Indonesia BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) (Sahwan, 2001).
Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat tergantung kepada jenis atau species ikan dan sumber karbohidrat.  Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ikan Tilapia (Oreochromis niloticus), Yellowtail (Seriola dumerilii), channel catfish, (Icatalurus punctatus), akan lebih baik apabila sumber karbohidrat pakan dalam bentuk starch dari pada dalam bentuk glukosa (Anderson et al, 1984; Furuichi et al, 1986; Wilson dan Poe, 1987 dalam Tian et al, 2010). Kemudian Buhler dan Halver (1961) dan Bergot (1979) dalam Tian et al, (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan Chinook Salmon (Epinephelus chlorostigma) dan ikan Rainbown Trout (Oncorhynchus mykiss) akan menurun dengan meningkatnya kadar katbohidrat dalam pakan. Selanjutnya Hung et al (1989) dalam Tian et al, (2010) menemukan bahwa ikan White Sturgeon (Acipenser transmontunus), lebih efisien menggunakan glukosa dan maltosa dalam pakan dari pada frukosa, sukrosa, laktosa, dextrin atau starch. Tetapi hasil penelitian Tian et al (2010) sendiri menunjukan bahwa pemberian karbohidrat dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan grass carp (Ctenopha-ryngodon idella). Selanjutnya dinyatakan bahwa pakan dengan karbohidrat berasal dari glukosa memberikan pertumbuhan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan karbohidrat dari starch, dengan pertambahan bobot badannya adalah 307,5 ± 5,9 gram untuk glukosa dan 250,0 ± 2,2 gram untuk starch.
Kemudian Amoah et al (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan pakan isoprotein dan isoenergi, dengan kandungan karbohidrat dalam pakan 13 %, 19 % dan 25 %. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa peningkatan kadar karbohidrat dalam pakan menyebabkan penuruan pertumbuhan ikan Largemouth bass (Micropterus salmoides), tetapi meningkatkan kandungan protein dalam daging ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel  2. Pertumbuhan, FCR dan Kandungan Protein Daging Ikan Largemouth Bass (Micropterus salmoides), pada Kandungan Karbohidrat Berbeda.

De-Silva and Anderson (1998) dalam Gumus dan Ikiz (2009) menyatakan bahwa pakan yang mengandung lemak tinggi atau rendah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ikan. Pakan yang defisiensi lemak akan menyebabkan retardasi (perlambatan) pertumbuhan dan pakan dengan karbohidrat tinggi cendrung menyebabkan pertumbuhan ikan lebih lambat. Gumus dan Ikiz (2009) menyatakan pula bahwa semakin tinggi kandungan karbohidrat dalam pakan, maka akan menyebabkan semakin rendahnya pertumbuhan ikan, dan sebaliknya pada lemak, yaitu semakin tinggi kandungan lemak dalam pakan akan menyebabkan semakin tinggi pula pertumbuhan ikan.

2.5. V i t a m i n.
Menurut Mudjiman (2008), vitamin diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit, terutama untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan tubuh ikan. Ditinjau dari sifat-sifatnya, vitamin dapat dibagi kedalam 2 golongan yaitu :
  1. Vitamin yang larut dalam lemak, diantaranya vitamin A (retinol), D (kolekalsiferol atau ergokalsiferol), E (alfa tokoferol) dan K (menadion).
  2. Vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut air, diantaranya adalah Vitamin B kompleks dan vitamin C (asam askrobat). Vitamin B kompleks terdiri dari : vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B6 (asam pantotenat), B12 (Kobalamin), niasin (asam nikotinat), H (biotin) dan asam folat (folasin).
Vitamin berperanan penting dalam reaksi spesifik metabolisme tubuh dan proses pertumbuhan ikan. Vitamin B1, B6, dan B12 berfungsi untuk menunjang pertumbuhan serta merangsang nafsu makan, sedangkan vitamin B2 berperan dalam pertumbuhan dan pertukaran zat-zat makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein dari sel-sel tubuh ikan serta untuk proses reproduksi. Vitamin A berfungsi untuk menunjang kesehatan mata, sedangkan vitamin D dibutuhkan untuk proses metabolisme dari mineral terutama kalsium dan fosfor. Vitamin E berpengaruh terhadap pergerakan ikan maupun dalam proses reproduksi, sedangkan vitamin K berpengaruh dalam proses pembekuan darah (Sahwan, 2001).
Kekurangan salah satu atau lebih macam vitamin dalam makanan dapat menghambat pertumbuhan ikan. Kekurangan atau defisiensi vitamin pada ikan dapat menyebabkan beberapa hal sebagai berikut: nafsu makan menurun, warna ikan abnormal, ikan kelihatan gelisah, keseimbangan hilang, pertumbuhan abnormal, pembentukan lendir terganggu, hati berlemak, mudah terserang penyakit, dan mudah kena luka bakar oleh sinar matahari (Murtidjo, 2001).

2.6. M i n e r a l
Mineral merupakan zat nutrisi yang juga berperanan penting bagi kehidupan ikan, oleh karena itu perlu tersedia dengan cukup dalam makanan yang dimakan oleh ikan. Sama halnya dengan vitamin, mineral sangat dibutuhkan oleh ikan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Ikan setidak-tidaknya membutuhkan 15 macam mineral dalam makanannya (Mudjiman, 2008).
Unsur-unsur mineral yang dibutuhkan oleh ikan antara lain kalsium (Ca), fosfor (P), natrium dan klor dalam bentuk senyawa NaCl, mangan (Mn), besi (Fe), tembaga (Cu), yodium (I), dan kobalt (Co). Kalsium dan fosfor diperlukan untuk pembentukan tulang (pertumbuhan tulang) dan untuk menjaga agar fungsi jaringan tubuh dapat bekerja secara normal. NaCl berpengaruh dalam pertumbuhan, tetapi dianjurkan pemakaiannya tidak terlalu banyak. Fe dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, sedangkan Cu membantu dalam penggunaan Fe oleh tubuh. Yodium diperlukan untuk pembuatan tiroksin (hormon tiroid) dan Mn berpengaruh dalam proses ovulasi atau reproduksi (Sahwan, 2001).
Menurut Murtidjo (2001), fungsi mineral dalam tubuh ikan antara lain adalah: (1) Membentuk bagian dari kerangka, gigi, kulit dan haemoglobin, (2) Mempertahankan keseimbangan asam basa yang tepat dalam cairan tubuh ikan, (3) Mempertahankan tekanan osmotik selular yang diperlukan untuk pemindahan zat-zat makanan melalui selaput atau membran sel, (4) Mempertahankan keasaman yang tepat dari getah pencernaan sehingga enzim pencernaan dapat melaksanakan fungsinya, (5) Mempertahankan kontraksi yang tepat dari urat daging, terutama kontraksi jantung dan urat saraf, (6) Berhubungan dengan fungsi vitamin tertentu dalam pembentukan tulang dan kulit, misalnya kalsium dan fosfor dengan vitamin D, (7) Sebagai komponen dari suatu enzim.

  ©Template by Dicas Blogger.